Kamis, 07 Juli 2011

Askep Harga Diri Rendah


“HARGA DIRI RENDAH”

A.    Pengertian



Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri. (Carpenito, L.J ;1998:352)
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189)
Harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000).


B.   TANDA DAN GEJALA



Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu mendapat feed back dari lingkungan bahkan mungkin kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak  mendukungan atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Harga diri rendah merupakan komponen Episode Depresi Mayor, dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman atau punishment (Stuart & Laraia, 2005). Depresi adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasif dan muncul bersama penyakit lain.
Menurut NANDA (2005) tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilaku telah dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada, selalu mengatakan ketidak mampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negatif mengenai dirinya.
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya:
-pemakaian obat-obatan
-kerja keras
-nonton TV terus menerus.

Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negatif, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di pengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah kronis adalah:
  1. System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus.
  2. Hipothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
  3. Thalamus sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien.
  4. Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat digunakan adalah:
  1. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.
  2. CT Scan, Untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
  3. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), Melihat wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan  menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.
  4. Magnetic Resonance Imaging (MRI), Suatu tehnik radiologi  dengan menggunakan  magnet, gelombang radio dan komputer untuk mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti:
  1. Acetylcholine (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan.
  2. Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur “fight-flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi.
  3. Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
  4. Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat.
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat digunakan adalah:
  1. Positron Emisssion Tomography (PET), mengukur emisi/ pancaran dari bahan kimia  radioaktif yang diberi label dan telah disuntik ke dalam aliran darah untuk menghasilkan gambaran  dua atau tiga dimensi  melalui distribusi dari  bahan kimia  tersebut di dalam tubuh dan otak.  PET dapat memperlihatkan gambaran aliran darah, oxigen, metabolisme glukosa dan konsentrasi obat dalam jaringan otak. Yang merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tentang tentang fisiologi dan neuro-kimiawi otak
  2. Transcranial Magnetic Stimulations (TMS) dikombinasikan dengan MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat menggambarkan  proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi  penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan
Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan rawan, kultur social yang berubah misal ukuran keberhasilan individu.
Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika umur mencapai duapuluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi. Faktor presipitasi dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar, antara lain ketegangan peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi transisi peran dan transisi peran sehat-sakit.

C.   DATA YANG PERLU DIKAJI PADA DIAGNOSA ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI


·         Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
·         Klein mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
·         Merusak diri sendiri
·         Merusak orang lain
·         Ekspresi malu
·         Menarik diri dari hubungan sosial
·         Tampak mudah tersinggung
·         Tidak mau makan dan tidak tidur
·         Tampak ketergantungan pada orang lain
·         Tampak sedih dan tida melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan
·         Wajah tampak murung
·         Ekspresi wajah kosong,
·         Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
·         Suara pelan dan tidak jelas
·         Hanya memberijawaban singkat (ya/tidak)

D.   DIAGNOSA DAN TERAPI MEDIS
Pemberian terapi medis pada kasus harga diri rendah juga tidak digolongkan sendiri dan lebih mengarah kepada pemberian obat golongan antidepresan, karena fungsi dari obat anti depresan adalah memblok pengambilan kembali neurotransmitter norepineprin dan serotonin, meningkatkan konsentrasinya pada sinaps dan mengkoreksi defisit yang diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal ini sesuai dengan masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien dengan harga diri rendah yaitu adanya penurunan neurotransmitter seperti serotonin, norepineprin.
Terdapat banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri rendah kali ini pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak dalam jenis Tricyclic Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine, desipramine, notriptilin, sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk meningkatkan reuptake seorotonin dan norepinefrin sehingga meningkatkan motivasi klien dan sesuai dengan indikasinya yaitu pengobatan yang diberikan pada klien dengan depresi tetapi juga mengalami skizofrenia sehingga mempunyai efek pengobatan yang saling meningkatkan.

E.     TERAPI KEPERAWATAN


Terapi keperawatan yang diberikan pada klien dengan harga diri rendah kronis ini meliputi tindakan untuk klien secara pribadi, juga untuk keluarga dan komunitas di lingkungan klien tinggal. Terapi yang diberikan tetap dengan menggunakan tindakan keperawatan generalis ditambah dengan tindakan berupa terapi kognitif untuk individu, triangle terapi untuk keluarga dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi dan logoterapi  untuk terapi kelompok pada klien harga diri rendah kronis. Terapi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Tindakan keperawatan pada klien:
a.      Tujuan:
1.      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.      Kien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3.      Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
4.      Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5.      Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
b.      Tindakan keperawatan:
1.      Terapi generalis
Prinsip tindakan:
  • Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
  • Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
  • Bantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
  • Latih kemampuan yang dipilih klien
  • Beri pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
  • Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
  • Evaluasi kemampuan pasien sesuai jadwal kegiatan harian
  • Latih kemampuan kedua
  • Motivasi klien memasukkan kemampuan kedua kedalam jadwal harian
2.      Terapi Kognitif
Prinsip tindakan:
Sesi      I    : Mengungkapkan pikiran otomatis
             II    : Mengungkapkan alasan
III   : Tanggapan terhadap pikiran otomatis
IV  : Menuliskan pikiran otomatis
V    : Penyelesaian masalah
VI   : Manfaat tanggapan
VII  : Mengungkapkan hasil
VIII : Catatan harian
IX   : Support system

Tindakan keperawatan pada keluarga
a)      Tujuan :
1.      Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2.      Keluarga memfasilitasi aktifitas pasien yang sesuai kemampuan
3.      Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan latihan yang dilakukan
4.      Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien

b)      Tindakan keperawatan :
1) Terapi generalis
Prinsip tindakan:
  • Menjelaskan tanda-tanda dan cara merawat klien harga diri rendah
  • Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan HDR
  • Mendemonstrasikan dihadapan keluarga cara merawat klien denganHDR
  • Memberikan kesempatan kepada keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan HDR seperti yang telah di demonstrasikan perawat sebelumnya
2) Triangle terapi
Prinsip tindakan :
Sesi I      : Mengenali dan mengekspresikan perasaan
Sesi II     : Menerima orang lain (klien)
Sesi III   : Penyelesaian masalah
Sesi IV   : Mengungkapkan hasil
  1. Tindakan keperawatan untuk kelompok
1) Terapi generalis : TAKS
Prinsip tindakan:
  • Sesi 1 : Membantu klien meningkatkan kemampuan memperkenalkan diri
  • Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota kelompok
  • Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
  • Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu
             dengan anggota kelompok
  • Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
            dengan orang lain
  • Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
  • Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
              kelompok yang telah dilakukan
2) Logo terapi
Prinsip tindakan :
  • Sesi 1 : Mengenal masalah
  • Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
  • Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna
  • Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
  • Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi

Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien dengan harga diri rendah kronis ini adalah terapi kognitif, logo therapy dan triangle therapy untuk di modifikasi dengan terapi medis yang diberikan Dengan pertimbangan pemberian psikofarmaka hanya untuk mengatasi masalah penyakitnya saja dimana gejalanya diharapkan menjadi berkurang atau hilang tetapi tidak merubah pola pikir, perasaan dan perbuatan klien, sehingga klien akan kembali pada situasi mengalami harga diri rendah. Karena sebenarnya masalah utama  penyebab dari harga diri rendah kronis yang dialami belum diatasi dan kemampuan koping yang dipergunakan dalam menghadapi tekanan belum digunakan seefektif mungkin.

1.      Terapi Kognitif

Kata cognitive atau cognition berarti pengetahuan atau pemikiran, oleh karena itu kognitif terapi dianggap sebagai pengobatan psikologi untuk pikiran. Secara sederhana terapi kognitif menjalankan asumsi tentang pikiran, keyakinan, sikap dan persepsi terhadap prasangka tanpa tekanan emosi yang berpengalaman dan juga intensitas emosi tersebut. Terapi kognitif ini ditemukan oleh Aaron Beck,M.D untuk terapi depresi. Dr Beck dan peneliti lainnya mengembangkan metode untuk menggunakan terapi kognitif untuk masalah psikiatrik lainnya, seperti, panik, masalah untuk pengontrolan marah dan pengguna obat. Bentuk terapi ini diterima sangat baik dalam menyokong penelitian, terutama terapi yang menyangkut depresi. (Westermeyer,  2005).
Harga diri rendah kronis merupakan gejala yang dominan pada kondisi klien dengan depresi, sehingga terapi kognitif sangat tepat dilakukan pada klien dengan harga diri rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi kognitif, diharapkan dapat merubah pikiran negatif klien menjadi pikiran yang positif.
Menurut Burns (1988), hasil penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa terapi kognitif lebih cepat mengatasi depresi dan gangguan emosional lainnya daripada psikoterapi konvensional seperti terapi perilaku, terapi kelompok dan terapi yang berorientasi pada pengenalan diri (insight – oriented) maupun terapi obat-obatan (anti depresan).
Terapi kognitif dapat melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan  dan memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif.
Terapi kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan untuk pengobatan klien depresi,  kecemasan, phobia, dan bentuk lain dari penyakit mental.  Cognitive therapy merupakan dasar pemikiran tentang bagaimana klien berfikir (kognitif), bagaimana klien merasakan (emosi) dan bagaimana klien bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara khusus, apa yang klien pikirkan menentukan perasaan dan tingkah laku klien. Karena itu pikiran negatif dapat menyebabkan distress dan menghasilkan masalah.
Cognitive Therapy merupakan salah satu pendekaan psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektifitasnya dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari  terapi kognitif terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai perubahan pola-pola berfikir selama proses proses terapi. Demikian pula pada pasien pola pikir yang maladaptif (disfungsi kognitif) dan gangguan prilaku, diharapkan klien mampu melakukan perubahan cara berfikir dan mampu mengendalikan gejala-gejala dari gangguan yang dialami. Terapi kognitif berorientasi pada pemecahan masalah, dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai pengambilan keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam proses terapi.

Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) adalah:
  1. Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri (self talk), dan interpretasi terhadap kejadian-kejadian yang dialami. Pikiran-pikiran negatif tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran klien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptif, yang menambah berat masalah.
  2. Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasari atas kesalahan logika atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Klien dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.
  3. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses terapi. Dengan demikian terapi kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi agar kecemasan dan depresi tidak mengancam, karena klien belajar mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gangguan.
Menurut Burns (1988) , teknik kontrol mood yang efektif dan sederhana dalam terapi kognitif yang bertujuan :
  1. Perbaikan simptomatik secara cepat: Terhentinya segala gejala depresi sering terjadi dalam waktu singkat (12 minggu)
  2. Memahami: Penjelasan tentang mengapa klien murung dan apa yang dapat klien lakukan untuk mengubahnya. Klien akan mengetahui penyebab cengkraman kuat perasaannya dan dapat membedakan emosi yang normal dan abnormal.
  3. Kendali diri: Klien akan mengetahui cara menerapkan strategi pertolongan diri yang efektif dan aman, sehingga dapat kembali merasa lebih baik. Terapis akan membimbing klien mengembangkan rencana bantu-diri (self-help) secara bertahap, realistis dan praktis.
  4. Pencegahan dan pertumbuhan pribadi: Pencegahan yang bertahan lama terhadap gelombang rasa murung di masa depan dapat bersandar pada penilaian kembali beberapa nilai dan sikap dasar yang melatarbelakangi kecenderungan klien mengalami depresi. Terapis akan membantu klien bagaimana menghadapi dan mengevaluasi kembali beberapa asumsi tertentu mengenai nilai dan martabat manusia.

2.      Logo Therapy

Logoterapi berfokus pada arti eksistensi manusia dan usahanya mencari arti itu. Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi: fisik, psikologis, dan spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus memperhitungkan ketiganya. Selama ini dimensi spiritual diserahkan kepada agama, dan pada gilirannya agama tidak diajak bicara untuk urusan fisik dan psikologis. Kedokteran, termasuk psikoterapi telah mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan.
Teknik analisa dalam logoterapi meliputi mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna dan mengungkap makna dalam kondisi kritis. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, dimana klien lebih dominan memandang aspek negatif dirinya dan kurang bergairah dalam mencari makna kehidupan ataupun dalam pencapaian tujuan hidup. Penerapan logoterapi pada klien dengan harga diri rendah kronis akan membantu klien dalam mengungkapkan perasaan dan menemukan makna kehidupan serta akan meningkatkan neurotransmitter di otak (terutama serotonin), sehingga harga diri klien dapat meningkat secara bermakna.

3.      Triangle Therapy

Setiap hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam psikoterapi merupakan bagian dari triangle relationship (hubungan segitiga). Hal ini karena setiap klien merupakan bagian dari multi generasi yang disebut keluarga. Setiap terapi berpengaruh bagi keluarga dan dipengaruhi oleh keluarga.
Hal ini sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa jika dua orang anggota keluarga terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan dan mendukung penyelesaian masalah mereka. Secara alamiah, proses dalam kehidupan manusia dipengaruhi oleh tiga sisi jaringan hubungan tersebut. Ketiga jaringan tersebut membentuk hubungan yang disebut ”emotional triangle”. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, pola interaksi dengan keluarga tidak berjalan dengan baik. Sehingga dengan dilakukannya triangle therapy ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya dan klien dapat diterima dalam keluarganya dan mendapat support dari keluarga dalam penyelesaian masalah klien. Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala yang ditimbulkan dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah bagaimana membantu klien dengan harga diri rendah kronis yang biasanya menggunakan koping regresi menjadi lebih dewasa dalam menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah supaya gejala yang dialaminya tidak muncul kembali. Proses pendewasaan ini adalah proses belajar menjadi diri sendiri dalam berinteraksi dengan orang lain.


F.   DAFTAR PUSTAKA


Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
DepKes RI, (1989). Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Skizofrenia, Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta.
            Keliat, B.A, (1994). Seri Keperawatan Gangguan Konsep Diri, Cetakan II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar